Mahkamah
Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor
23/2011 tentang Pengelolaan Zakat. MK memutuskan mengabulkan sebagian
gugatan dari pemohon yang terdiri dari Dompet Dhuafa, Yayasan Rumah
Zakat Indonesia, Yayasan Yatim Mandiri, dan beberapa yayasan pengelolaan
zakat swasta lain.
"Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan para pemohon terkait Pasal 18, Pasal 38, dan Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat," kata Wakil Ketua MK Hamdan Zulva dalam sidang gugatan di Jakarta, Kamis (31/10).
Isi pasal 18 terkait persyaratan perizinan dan pendirian lembaga amil zakat (LAZ), pasal 38 tentang pengelolaan zakat tanpa izin akan ditindak pidana, dan pasal 41 soal amil zakat perseorangan yang tidak memiliki izin.
Menurut Hamdan, persyaratan perizinan pada pasal 18 ayat 2 tidak bersifat kumulatif. Juga, kata dia, seluruh persyaratan lembaga amil zakat pun tidak harus berlatar belakang organisasi kemasyarakatan Islam. UU Pengelolaan Zakat sebelumnya mewajibakan LAZ harus berbasis organisasi kemasyarakatan bidang pendidikan, yang mempersempit ruang gerak LAZ.
Terkait pasal 38 dan 41 tentang tindak pidana, menurut Hamdan, LAZ yang terdiri dari amil tidak harus memiliki izin dan tidak dapat dikriminalisasi. "Cukup melaporkan pengelolaan zakat kepada pengawas syariah eksternal atau pemegang kewenangan di wilayah yang bersangkutan,'' ujarnya menegaskan.
Pemohon uji materi UU Pengelolaan Zakat yang terdiri 9 LAZ dan 11 perseorangan ini keberatan atas diskriminasi pengelolaan zakat, kriminalisasi, dan subordinasi LAZ atas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Misalnya, pendirian Baznas di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tidak perlu persyaratan apa pun (pasal 5 dan 15), sementara pendirian LAZ mendapat mendapat restriksi yang sangat ketat (pasal 18).
Pemohon menganggap terjadi kriminalisasi terhadap LAZ dan amil zakat tradisional yang tidak mempunyai izin dari pejabat yang berwenang (pasal 38 dan 41). Selain itu, ada marginalisasi dan penyempitan akses bagi para mustahik dan penerima manfaat dana zakat untuk memperoleh manfaat dari dana zakat akibat adanya pembatasan terhadap LAZ dan amil zakat yang boleh beroperasi.
Wakil Sekretaris Baznas Fuad Nasar berpendapat, dengan dikabulkannya gugatan ini, semakin memperkuat posisi lembaga zakat dan pengaturannya. Menurut Fuad, selama ini LAZ belum sepenuhnya terorganisasi secara baik dan gugatan ini untuk merapikan koordinasi serta menjaga profesionalisme LAZ. n ahmad islamy jamil/amri amrullah ed: m ikhsan shiddieqy
Informasi lengkap berita di atas serta berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.
Redaktur : Zaky Al Hamzah
sumber : http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/11/01/mvjnmf-mahkamah-konstitusi-revisi-uu-zakat
"Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan para pemohon terkait Pasal 18, Pasal 38, dan Pasal 41 UU Pengelolaan Zakat," kata Wakil Ketua MK Hamdan Zulva dalam sidang gugatan di Jakarta, Kamis (31/10).
Isi pasal 18 terkait persyaratan perizinan dan pendirian lembaga amil zakat (LAZ), pasal 38 tentang pengelolaan zakat tanpa izin akan ditindak pidana, dan pasal 41 soal amil zakat perseorangan yang tidak memiliki izin.
Menurut Hamdan, persyaratan perizinan pada pasal 18 ayat 2 tidak bersifat kumulatif. Juga, kata dia, seluruh persyaratan lembaga amil zakat pun tidak harus berlatar belakang organisasi kemasyarakatan Islam. UU Pengelolaan Zakat sebelumnya mewajibakan LAZ harus berbasis organisasi kemasyarakatan bidang pendidikan, yang mempersempit ruang gerak LAZ.
Terkait pasal 38 dan 41 tentang tindak pidana, menurut Hamdan, LAZ yang terdiri dari amil tidak harus memiliki izin dan tidak dapat dikriminalisasi. "Cukup melaporkan pengelolaan zakat kepada pengawas syariah eksternal atau pemegang kewenangan di wilayah yang bersangkutan,'' ujarnya menegaskan.
Pemohon uji materi UU Pengelolaan Zakat yang terdiri 9 LAZ dan 11 perseorangan ini keberatan atas diskriminasi pengelolaan zakat, kriminalisasi, dan subordinasi LAZ atas Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Misalnya, pendirian Baznas di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota tidak perlu persyaratan apa pun (pasal 5 dan 15), sementara pendirian LAZ mendapat mendapat restriksi yang sangat ketat (pasal 18).
Pemohon menganggap terjadi kriminalisasi terhadap LAZ dan amil zakat tradisional yang tidak mempunyai izin dari pejabat yang berwenang (pasal 38 dan 41). Selain itu, ada marginalisasi dan penyempitan akses bagi para mustahik dan penerima manfaat dana zakat untuk memperoleh manfaat dari dana zakat akibat adanya pembatasan terhadap LAZ dan amil zakat yang boleh beroperasi.
Wakil Sekretaris Baznas Fuad Nasar berpendapat, dengan dikabulkannya gugatan ini, semakin memperkuat posisi lembaga zakat dan pengaturannya. Menurut Fuad, selama ini LAZ belum sepenuhnya terorganisasi secara baik dan gugatan ini untuk merapikan koordinasi serta menjaga profesionalisme LAZ. n ahmad islamy jamil/amri amrullah ed: m ikhsan shiddieqy
Informasi lengkap berita di atas serta berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.
Redaktur : Zaky Al Hamzah
sumber : http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/11/01/mvjnmf-mahkamah-konstitusi-revisi-uu-zakat
Tidak ada komentar for: "Mahkamah Konstitusi Revisi UU Zakat"
Leave a Reply