Salma, Senin, 19 Agustus 2013. Jam menunjukkan pukul 12.15 waktu kota Salma, Suriah. Sejak subuh tadi, suasana kota Salma cenderung agak tenang daripada hari-hari sebelumnya. Meskipun sesekali terdengar ledakan-ledakan beberapa kali.
Di saat kami, Tim 8 Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) berada di klinik untuk melayani pasien yang datang, tiba-tiba kami dipanggil oleh dokter Rami selaku kepala Rumah Sakit Lapangan (RSL) Salma.
“…Saudaraku, mengingat meningkatnya serangan-serangan yang dilancarkan oleh pasukan rezim baik melalui udara dan darat, ditambah lagi terdengar kabar bahwa pasukan rezim yang bekerjasama dengan milisi Hizbullaat dan pasukan Iran akan berupaya keras membombardir kota Salma. Maka kami berinisiatif untuk memindahkan kalian semua ke daerah yang lebih aman. Saya berharap kalian bisa mengambil keputusan yang lebih bermaslahat untuk misi dan tugas kalian…,” ungkap dokter Rami kepada kami.
Sesaat kami diberikan waktu untuk bermusyawarah. Setelah mendengarkan ulasan dan usulan dari rekan-rekan tim terkait kondisi terkini kota Salma, maka kami pun mengambil keputusan untuk mengikuti arahan dari dokter Rami selaku kepala RSL Salma. Meskipun sebenarnya, kami masih ingin tetap mendampingi pimpinan RSL dan relawan medis lainnya hingga selesainya masa tugas kami.
Rasa haru dan sedih meliputi para relawan ketika kami harus berpamitan untuk berpisah dari mereka. Tidak terasa selama 19 hari kami berinteraksi dengan relawan lain di RSL Salma membuat diri kami serasa di rumah sendiri. Ditambah lagi dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang nampak dari mereka, menjadi obat tersendiri dalam mengobati rasa rindu terhadap keluarga kami. Hasrat hati kami ingin menemani mereka hingga akhir masa tugas selama satu bulan ternyata harus berakhir di sini.
Ketika tatapan sedih terlihat dari raut wajah kami, dokter Rami mencoba menghibur kami. “…Saudaraku, tenanglah…janganlah bersedih… kalian belum meninggalkan Suriah… kita hanya berpindah tempat saja untuk menjalankan misi kemanusiaan lain….” Hati kami pun agak sedikit terhibur, namun kesedihan untuk berpisah tetap saja menggelayut di benak sanubari kami. Kami sekuat tenaga menahan tangis haru kami, dan sesekali kami pun memaksakan diri untuk selalu tersenyum ketika berpamitan.
“…Doa kami untuk kalian wahai saudaraku seiman…semoga kalian selamat sampai di Indonesia… jangan lupa sampaikan salam kami untuk seluruh tim HASI dan Syam di Indonesia…dan jazakumullah khairan untuk kaum Muslimin di Indonesia,” seru salah seorang relawan medis Suriah.
Sebuah mobil ambulans pun sudah disiapkan. Dokter Rami dan kru RSL Salma meminta kami untuk menaiki mobil tersebut. Muhammad, rekan kami yang berasal dari kota Jablah langsung mengantarkan kami seraya mengangkut tas-tas ransel kami.
“Sungguh perpisahan ini teramat berat daripada pertemuannya… aku mencintai kalian karena Allah… mohon maaf jika hari ini bisa jadi hari terakhir kita bertemu… Allah Maha tahu kapan umur kita akan habis… kita juga tidak tahu apakah kami mendapati mati syahid terlebih dahulu atau tidak… semoga Allah mempertemukan kita kembali di Firdaus-Nya…,” demikian ungkapan perpisahan dari Muhammad, membuat hati kami semakin bergemuruh.
Tak lama kemudian, deru mesin mobil dinyalakan oleh Abu Usamah yang bertindak menyupiri kami. Selasa (20/8/2013) pukul 01.20 dini hari waktu setempat kami bertolak meninggalkan RSL Salma. Mobil yang membawa kami melaju dengan kecepatan tinggi dengan mematikan lampu jalan menembus kegelapan malam. Sengaja lampu mobil dimatikan demi menghindari lemparan-lemparan roket yang ditembakkan. Kami pun belum diberitahu ke mana kami dibawa pergi.
Setelah menempuh perjalanan malam yang menegangkan selama kurang lebih satu jam, akhirnya kami sampai pada suatu desa. Sejenak kami masih bertanya-tanya daerah mana yang kita singgahi. Sesaat kemudian kami dipersilakan turun dari mobil oleh kru ambulans. Abu Fuad selaku pendamping setia kami memberitahukan bahwa kita sudah sampai di sebuah desa yang bernama ‘Ainul Baidloh. Sebuah desa yang sangat berdekatan dengan perbatasan Suriah-Turki.
“… Insya Allah, kalian nanti berada di rumah Abu Zaki selama 5 hari…,” demikian penjelasan dokter Rami. Abu Zaki adalah salah satu dari pejuang Lattakia yang hijrah ke desa Ainul Baidloh bersama keluarganya. Di rumah ini kami tinggal untuk sementara waktu sembari menghabiskan sisa waktu tugas kami.
Selama di desa ini, kami dijanjikan untuk mengadakan kerja sama dengan Rumah Sakit Lapangan Ainul Baidloh di bawah pimpinan dokter Sari selaku teman dan sahabat karib dari dokter Rami.
Ya Rabb, jagalah saudara-saudara para relawan medis di RSL Salma dan para pejuang Suriah, karena Engkau adalah sebaik-baik Penjaga. (Abu Harits/Tim 8 HASI)
sumber : http://islampos.com/ucapan-haru-dokter-suriah-untuk-relawan-indonesia-74928/
Di saat kami, Tim 8 Hilal Ahmar Society Indonesia (HASI) berada di klinik untuk melayani pasien yang datang, tiba-tiba kami dipanggil oleh dokter Rami selaku kepala Rumah Sakit Lapangan (RSL) Salma.
“…Saudaraku, mengingat meningkatnya serangan-serangan yang dilancarkan oleh pasukan rezim baik melalui udara dan darat, ditambah lagi terdengar kabar bahwa pasukan rezim yang bekerjasama dengan milisi Hizbullaat dan pasukan Iran akan berupaya keras membombardir kota Salma. Maka kami berinisiatif untuk memindahkan kalian semua ke daerah yang lebih aman. Saya berharap kalian bisa mengambil keputusan yang lebih bermaslahat untuk misi dan tugas kalian…,” ungkap dokter Rami kepada kami.
Sesaat kami diberikan waktu untuk bermusyawarah. Setelah mendengarkan ulasan dan usulan dari rekan-rekan tim terkait kondisi terkini kota Salma, maka kami pun mengambil keputusan untuk mengikuti arahan dari dokter Rami selaku kepala RSL Salma. Meskipun sebenarnya, kami masih ingin tetap mendampingi pimpinan RSL dan relawan medis lainnya hingga selesainya masa tugas kami.
Rasa haru dan sedih meliputi para relawan ketika kami harus berpamitan untuk berpisah dari mereka. Tidak terasa selama 19 hari kami berinteraksi dengan relawan lain di RSL Salma membuat diri kami serasa di rumah sendiri. Ditambah lagi dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang nampak dari mereka, menjadi obat tersendiri dalam mengobati rasa rindu terhadap keluarga kami. Hasrat hati kami ingin menemani mereka hingga akhir masa tugas selama satu bulan ternyata harus berakhir di sini.
Ketika tatapan sedih terlihat dari raut wajah kami, dokter Rami mencoba menghibur kami. “…Saudaraku, tenanglah…janganlah bersedih… kalian belum meninggalkan Suriah… kita hanya berpindah tempat saja untuk menjalankan misi kemanusiaan lain….” Hati kami pun agak sedikit terhibur, namun kesedihan untuk berpisah tetap saja menggelayut di benak sanubari kami. Kami sekuat tenaga menahan tangis haru kami, dan sesekali kami pun memaksakan diri untuk selalu tersenyum ketika berpamitan.
“…Doa kami untuk kalian wahai saudaraku seiman…semoga kalian selamat sampai di Indonesia… jangan lupa sampaikan salam kami untuk seluruh tim HASI dan Syam di Indonesia…dan jazakumullah khairan untuk kaum Muslimin di Indonesia,” seru salah seorang relawan medis Suriah.
Sebuah mobil ambulans pun sudah disiapkan. Dokter Rami dan kru RSL Salma meminta kami untuk menaiki mobil tersebut. Muhammad, rekan kami yang berasal dari kota Jablah langsung mengantarkan kami seraya mengangkut tas-tas ransel kami.
“Sungguh perpisahan ini teramat berat daripada pertemuannya… aku mencintai kalian karena Allah… mohon maaf jika hari ini bisa jadi hari terakhir kita bertemu… Allah Maha tahu kapan umur kita akan habis… kita juga tidak tahu apakah kami mendapati mati syahid terlebih dahulu atau tidak… semoga Allah mempertemukan kita kembali di Firdaus-Nya…,” demikian ungkapan perpisahan dari Muhammad, membuat hati kami semakin bergemuruh.
Tak lama kemudian, deru mesin mobil dinyalakan oleh Abu Usamah yang bertindak menyupiri kami. Selasa (20/8/2013) pukul 01.20 dini hari waktu setempat kami bertolak meninggalkan RSL Salma. Mobil yang membawa kami melaju dengan kecepatan tinggi dengan mematikan lampu jalan menembus kegelapan malam. Sengaja lampu mobil dimatikan demi menghindari lemparan-lemparan roket yang ditembakkan. Kami pun belum diberitahu ke mana kami dibawa pergi.
Setelah menempuh perjalanan malam yang menegangkan selama kurang lebih satu jam, akhirnya kami sampai pada suatu desa. Sejenak kami masih bertanya-tanya daerah mana yang kita singgahi. Sesaat kemudian kami dipersilakan turun dari mobil oleh kru ambulans. Abu Fuad selaku pendamping setia kami memberitahukan bahwa kita sudah sampai di sebuah desa yang bernama ‘Ainul Baidloh. Sebuah desa yang sangat berdekatan dengan perbatasan Suriah-Turki.
“… Insya Allah, kalian nanti berada di rumah Abu Zaki selama 5 hari…,” demikian penjelasan dokter Rami. Abu Zaki adalah salah satu dari pejuang Lattakia yang hijrah ke desa Ainul Baidloh bersama keluarganya. Di rumah ini kami tinggal untuk sementara waktu sembari menghabiskan sisa waktu tugas kami.
Selama di desa ini, kami dijanjikan untuk mengadakan kerja sama dengan Rumah Sakit Lapangan Ainul Baidloh di bawah pimpinan dokter Sari selaku teman dan sahabat karib dari dokter Rami.
Ya Rabb, jagalah saudara-saudara para relawan medis di RSL Salma dan para pejuang Suriah, karena Engkau adalah sebaik-baik Penjaga. (Abu Harits/Tim 8 HASI)
sumber : http://islampos.com/ucapan-haru-dokter-suriah-untuk-relawan-indonesia-74928/
Tidak ada komentar for: "Ucapan Haru Dokter Suriah untuk Relawan Indonesia"
Leave a Reply